Jumat, 13 Maret 2015

Implus itu menyakitkan.. kendalikanlah



Gangguan Pengendalian Impuls
Individu dengan pengendalian implus memiliki cirri-ciri berikut: pertama, individu tidak dapat menahan suatu implus, dorongan, atau godaan untuk melakukan suatu tindakan yang berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Individu mungkin secara disadari atau tidak disadarimenentang implus dan mungkin merencanakan atau tidak merencanakan tindakan tersebut. kedua, sebelum melakukan tindakan, mereka merasakan ketegangan atau rangsangan yang meningkat. Ketiga, saat melakukan tindakan, individu dengan gangguan ini merasakan kesenangan, kegembiraan, atau pelepasan. Tindakan adalah ego-sintonik yaitu sejalan dengan harapan sadar pasien yang segera. Segera setelah tindakan, pasien mungkin merasakan penyesalan yang murni, mencela diri sendiri, atau rasa bersalah, atau mungkin tidak merasakanya.
Enam kategori ganggua pengendalian implus yaitu gangguan eksplosif intermiten, kleptomania, berjudi patologis, trikotilomania, dan gangguan pengendalian implus yang tidak dapat ditentukan. Penyebab gangguan pengendalian implus adalah tidak diketahui, tetapi faktor psikodinamika dan psikososial tampak berinteraksi untuk menyebabkan gangguan. Gangguan mungkin memiliki mekanisme neurobiologis dasar yang sama.
FAKTOR PSIKODINAMIKA
Suatu implus adalah suatu kecenderungan untuk bertindak, untuk menurunkan ketegangan yang meningat yang disebabkan oleh dorongan instinktual yang telah dibangun atau oleh menurunya pertahanan ego terhadap dorongan. Gangguan pengendalian implus memiliki suatu usaha untuk melewati (by pass) pengalaman gejala yang mengganggu atau afek yang menyakitkan dengan berusaha bertindak pada lingkungan. Penelitian yang sering penulis telaah, dapat ditengarahi para peneliti menengarahi bahwa perilaku implusif adalah berhubungan dengan super ego yang lemah dan struktur ego yang lemah berhubungan dengan trauma psikis akibat kerugian di masa anak-anak (atau salah satu tugas perkmabnagn sebelumnya).
Hal ini dapat dilihat dari pendapat Otto Fenichel yang menghubungkan perilaku implusif dengan usaha untuk menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek yang menyakitkan lainya melalui tindakan. Ia lebih lanjut berpendapat bahwa tindakan tersebut merupakan pertahanan terhadap bahaya internal dan tindakan tersebut dapat menghasilkan pemuasan agresif atau seksual yang menyimpang. Bagi pengamat sikap atau sosial, gangguan atau perilaku implusif mungkin tampak rakus dan ingin tahu, tetapi sebenarnya berhubungan dengan pemulihan dari rasa sakit.
Banyak bentuk masalah pengendalian implus –termasuk kleptomania, berjudi, dan beberapa perilaku parifilia—berhubungan dengan rasa diri yang tidak lengkap. Ini berawal dari pengamatan bahwa jika diri tidak menerima respon yang mengakui dan menegaskan dari orang lain yang mereka cari dari persahabatan bermakna dalam kehidupan mereka, diri mungkin terpecah. Sebagai cara menghadapi fragmentasi tersebut dan untuk mendapatkan kembali rasa keutuhan atau keterpaduan diri, individu tersebut melakukan perilaku implusif yang tampak bagi orang lain sebagai merusak diri sendiri.
Perilaku implusif atau menyimpang adalah suatu cara dimana anak berharap mendapakan kembali hubungan materal primitif. Perilaku implusif adalah sikap yang penuh harapan diamana anak masih mencari kasih sayang dan cinta dari ibunya, bukan sikap yang menunjukan menyerah untuk mendapatkannya. Hal ini kemudian beberapa ahli terapi menekankan fiksasi pada stadium oral dari perkembangan. Individu berusaha menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek menyakitkan lainya dengan melakukan tindakan tersebut yang ditujukan untuk mendapatkan pemulihan bahkan jarang berhasil kendatipun secara sementara.
FAKTOR BIOLOGIS
Penemuan neurotransmitter akhir-akhir ini mengilhami ilmuwan memusatkan segala jenis gangguan dengan kemungkinan keterlibatan faktor organik dalam gangguan pengendalian implus, khususnya bagi individu dengan perilaku yang jelas kasar. Neurosains telah menunjukan bahwa daerah otak tertentu, seperti sistem limbik, adalah berhubungan dengan aktivitas implusif dan kasar, selain juag daerah otak lainya yang berhubungan dengan inhibisi perilaku tersebut. Hormon tertentu, khususnya testoteron, telah dihubungkan denagn perilaku kasar dan agresif.
Gejala gangguan pengendalian implus mungkin akan terus ditemukan sampai masa dewasa individu yang diklasifikasikan sebagai penderita gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas di masa anak-anaknya. Defisiensi mental seumur hidup , epilepsi, dan bahkan sindroma otak yang reversibel telah lam dilibatkan dalam hilangnya pengendalian implus.
Pada beberapa gangguan pengendalian implus, pertahanan ego terlampaui tanpa patologi sistem saraf yang aktual. Kelelahan, stimulasi yang tidak henti-henti, dan trauma psikis dapat menurunkan daya tahan dan secara sementara menghentikan kontrol ego.
--Maaf... dari pendapat ini, sholat lima waktu sangat rasional sekali kan???--
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Beberapa ilmuwan telah menekankan pentingnya aspek psikososial dari gangguan, seperti pperistiwa kehidupan awal. Model yang tidak tepat untuk identifikasi dan tokoh orang tua yang sendirinya sulit untuk mengendalikan implus juga semestinya dilibatkan. Di samping itu, faktor parental tertentu seperti kekerasan di rumah, penyalahhgunaan alkohol, promiskuitas, dan kecenderungan anti sosial diperkirakan penting.
Kilasan secara khusus tentang gangguan yang termasuk dari gangguan Pengendalian Implus adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Eksplosif Intermiten
Gangguan eksplosif intermiten ditemukan pada individu yang memiliki episode kehilangan kendali implus agresif, yang menyebabkan penyerangan yang serius atau merusak barang-barang. Derajat agresivitas yang diekspresikan adalah jelas di luar proporsi terhadap tiap stresor yang mungkin membantu mendatangkan episode. Gejala yang dapat digambarkan adalah individu melakukan serangan atau serbuan, tampak dalam beberapa menit atau jam, dan terlepas dari durasinya, menghilang spontan dan cepat. Masing-masing episode biasanya diikuti oleh penyesalan atau pencelaan diri yang murni.
Disiplin keilmuan psikologi biasa mendiagnosis Gangguan eksplosif intermiten harus didapatkan dari penggalian riwayat penyakit yang mengungkapkan beberapa episode kehilangan kendali yang disertai oleh serangan agresif, karena ditengarahi episode tunggal yang tersendiri tidak membenarkan diagnosis. Riwayat penyakit biasanya masa kanak-kanak dengan ketergantungan alkohol, kekerasan, dan ketidakstabilan emosional. Pekerjaan klien adalah buruk, klien melaporkan kehilangan pekerjaan, kesulitan perkawinan, dan masalah dengan hukum. Sebagian besar telah mencari bantuan psikiatrik di masa sebelumnya, namun tidak bermanfaat. Tingkat kecemasan, rasa bersalah, dan depresi berat biasanya ditemukan setelah suatu episode.
Diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dapat dibuat hanya setelah menyingkirkan gangguan yang kadang-kadang berhubungan dengan kehilangan kendali, seperti gangguan psikotik, perubahan kepribadian karena kondisi medis umum, gangguan kepribadian antisosial atau ambang, gangguan konduksi, dan intosikasi dengan zat psikoaktif.
Hal ini dapat dibedakan antara Gangguan eksplosif intermiten dan gangguan kepribadian anti sosial dan ambang, karena pada gangguan kepribadian, agresivitas dan implusivitas adalah bagian dari karakter individu dan ditemukan di antara episode serangan. Sedangkan skizofrenia paranoid dan katatonik, individu mungkin menunjukan perilaku kasar sebagai respon terhadap waham dan halusinasi, dan individu memiliki gangguan yang jelas dalam tes relitas. Individu manik yang bersikap bermusuhan mungkin agresif secara implusif, tetapi diagnosis dasar biasanya jelas dari pemeriksaan status mental dan presentasi klinisnya.
Dari diskusi di atas, diagnosa Gangguan eksplosif intermiten, gangguan epilepsi, tumor otak, penyakit degeneratif, dan gangguan endokrin harus dipertimbangkan dan disingkirkan, demikian juga intoksikasi akut dengan zat tertentu seperti alkohol, halusinogen, dan amfetamin. Kriteria diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dalam DSM-IV adalah sebagai berikut:
· Beberapa episode terpisah kegagalan untuk menahan implus agresif yang menyebabkan penyerangan yang serius atau menghancurkan barang-barang.
· Derajat agesivitas yang diekspresikan selama episode adalah jelas diluar proporsi stresor psikososial yang mencetuskanya.
· Episode agresif tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian ambang, gangguan psikotik, episode manik, gangguan konduksi, atau gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADD/ADHD), dan bukan afek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan), atau kondisi medis umum (misalnya, trauma kepala, penyakit Alzheimer)
Terapi menggunakan kombinasi pendekatan psikoterapi dan farmakologi memiliki kesempatan berhasil yang terbaik. Psikoterapi pada klien adalah sulit, berbahaya, dan seringkali tidak ada ganjaranya, karena ahli terapi psikis lebih banyak mengalami kesukaran dengan trsferensi-balik dan batas-batas lingkungan. Psikoterapi kelompok mungkin memberikan suatu bantuan, demikian juga terapi keluarganya, khususnya jika individu eksplosif adalah seorang remaja atau dewasa awal.

0 komentar:

Posting Komentar