Gangguan Pengendalian Impuls
Individu dengan pengendalian implus memiliki cirri-ciri berikut: pertama,
individu tidak dapat menahan suatu implus, dorongan, atau godaan untuk
melakukan suatu tindakan yang berbahaya bagi diri mereka sendiri atau
orang lain. Individu mungkin secara disadari atau tidak
disadarimenentang implus dan mungkin merencanakan atau tidak
merencanakan tindakan tersebut. kedua, sebelum melakukan tindakan, mereka merasakan ketegangan atau rangsangan yang meningkat. Ketiga,
saat melakukan tindakan, individu dengan gangguan ini merasakan
kesenangan, kegembiraan, atau pelepasan. Tindakan adalah ego-sintonik
yaitu sejalan dengan harapan sadar pasien yang segera. Segera setelah
tindakan, pasien mungkin merasakan penyesalan yang murni, mencela diri
sendiri, atau rasa bersalah, atau mungkin tidak merasakanya.
Enam kategori ganggua pengendalian implus yaitu gangguan eksplosif
intermiten, kleptomania, berjudi patologis, trikotilomania, dan gangguan
pengendalian implus yang tidak dapat ditentukan. Penyebab gangguan
pengendalian implus adalah tidak diketahui, tetapi faktor psikodinamika
dan psikososial tampak berinteraksi untuk menyebabkan gangguan. Gangguan
mungkin memiliki mekanisme neurobiologis dasar yang sama.
FAKTOR PSIKODINAMIKA
Suatu implus adalah suatu kecenderungan untuk bertindak, untuk
menurunkan ketegangan yang meningat yang disebabkan oleh dorongan
instinktual yang telah dibangun atau oleh menurunya pertahanan ego
terhadap dorongan. Gangguan pengendalian implus memiliki suatu usaha
untuk melewati (by pass) pengalaman gejala yang mengganggu atau afek
yang menyakitkan dengan berusaha bertindak pada lingkungan. Penelitian
yang sering penulis telaah, dapat ditengarahi para peneliti menengarahi
bahwa perilaku implusif adalah berhubungan dengan super ego yang lemah
dan struktur ego yang lemah berhubungan dengan trauma psikis akibat
kerugian di masa anak-anak (atau salah satu tugas perkmabnagn
sebelumnya).
Hal ini
dapat dilihat dari pendapat Otto Fenichel yang menghubungkan perilaku
implusif dengan usaha untuk menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi,
dan afek yang menyakitkan lainya melalui tindakan. Ia lebih lanjut
berpendapat bahwa tindakan tersebut merupakan pertahanan terhadap bahaya
internal dan tindakan tersebut dapat menghasilkan pemuasan agresif atau
seksual yang menyimpang. Bagi pengamat sikap atau sosial, gangguan atau
perilaku implusif mungkin tampak rakus dan ingin tahu, tetapi
sebenarnya berhubungan dengan pemulihan dari rasa sakit.
Banyak bentuk masalah pengendalian implus –termasuk kleptomania,
berjudi, dan beberapa perilaku parifilia—berhubungan dengan rasa diri
yang tidak lengkap. Ini berawal dari pengamatan bahwa jika diri tidak
menerima respon yang mengakui dan menegaskan dari orang lain yang mereka
cari dari persahabatan bermakna dalam kehidupan mereka, diri mungkin
terpecah. Sebagai cara menghadapi fragmentasi tersebut dan untuk
mendapatkan kembali rasa keutuhan atau keterpaduan diri, individu
tersebut melakukan perilaku implusif yang tampak bagi orang lain sebagai
merusak diri sendiri.
Perilaku implusif atau menyimpang adalah suatu cara dimana anak berharap
mendapakan kembali hubungan materal primitif. Perilaku implusif adalah
sikap yang penuh harapan diamana anak masih mencari kasih sayang dan
cinta dari ibunya, bukan sikap yang menunjukan menyerah untuk
mendapatkannya. Hal ini kemudian beberapa ahli terapi menekankan fiksasi
pada stadium oral dari perkembangan. Individu berusaha menguasai
kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek menyakitkan lainya dengan
melakukan tindakan tersebut yang ditujukan untuk mendapatkan pemulihan
bahkan jarang berhasil kendatipun secara sementara.
FAKTOR BIOLOGIS
Penemuan neurotransmitter akhir-akhir ini mengilhami ilmuwan memusatkan
segala jenis gangguan dengan kemungkinan keterlibatan faktor organik
dalam gangguan pengendalian implus, khususnya bagi individu dengan
perilaku yang jelas kasar. Neurosains telah menunjukan bahwa daerah otak
tertentu, seperti sistem limbik, adalah berhubungan dengan aktivitas
implusif dan kasar, selain juag daerah otak lainya yang berhubungan
dengan inhibisi perilaku tersebut. Hormon tertentu, khususnya
testoteron, telah dihubungkan denagn perilaku kasar dan agresif.
Gejala gangguan pengendalian implus mungkin akan terus ditemukan sampai
masa dewasa individu yang diklasifikasikan sebagai penderita gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas di masa anak-anaknya. Defisiensi mental
seumur hidup , epilepsi, dan bahkan sindroma otak yang reversibel telah
lam dilibatkan dalam hilangnya pengendalian implus.
Pada beberapa gangguan pengendalian implus, pertahanan ego terlampaui
tanpa patologi sistem saraf yang aktual. Kelelahan, stimulasi yang tidak
henti-henti, dan trauma psikis dapat menurunkan daya tahan dan secara
sementara menghentikan kontrol ego.
--Maaf... dari pendapat ini, sholat lima waktu sangat rasional sekali kan???--
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Beberapa ilmuwan telah menekankan pentingnya aspek psikososial dari
gangguan, seperti pperistiwa kehidupan awal. Model yang tidak tepat
untuk identifikasi dan tokoh orang tua yang sendirinya sulit untuk
mengendalikan implus juga semestinya dilibatkan. Di samping itu, faktor
parental tertentu seperti kekerasan di rumah, penyalahhgunaan alkohol,
promiskuitas, dan kecenderungan anti sosial diperkirakan penting.
Kilasan secara khusus tentang gangguan yang termasuk dari gangguan Pengendalian Implus adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Eksplosif Intermiten
Gangguan
eksplosif intermiten ditemukan pada individu yang memiliki episode
kehilangan kendali implus agresif, yang menyebabkan penyerangan yang
serius atau merusak barang-barang. Derajat agresivitas yang
diekspresikan adalah jelas di luar proporsi terhadap tiap stresor yang
mungkin membantu mendatangkan episode. Gejala yang dapat digambarkan
adalah individu melakukan serangan atau serbuan, tampak dalam beberapa
menit atau jam, dan terlepas dari durasinya, menghilang spontan dan
cepat. Masing-masing episode biasanya diikuti oleh penyesalan atau
pencelaan diri yang murni.
Disiplin
keilmuan psikologi biasa mendiagnosis Gangguan eksplosif intermiten
harus didapatkan dari penggalian riwayat penyakit yang mengungkapkan
beberapa episode kehilangan kendali yang disertai oleh serangan agresif,
karena ditengarahi episode tunggal yang tersendiri tidak membenarkan
diagnosis. Riwayat penyakit biasanya masa kanak-kanak dengan
ketergantungan alkohol, kekerasan, dan ketidakstabilan emosional.
Pekerjaan klien adalah buruk, klien melaporkan kehilangan pekerjaan,
kesulitan perkawinan, dan masalah dengan hukum. Sebagian besar telah
mencari bantuan psikiatrik di masa sebelumnya, namun tidak bermanfaat.
Tingkat kecemasan, rasa bersalah, dan depresi berat biasanya ditemukan
setelah suatu episode.
Diagnosis
Gangguan eksplosif intermiten dapat dibuat hanya setelah menyingkirkan
gangguan yang kadang-kadang berhubungan dengan kehilangan kendali,
seperti gangguan psikotik, perubahan kepribadian karena kondisi medis
umum, gangguan kepribadian antisosial atau ambang, gangguan konduksi,
dan intosikasi dengan zat psikoaktif.
Hal
ini dapat dibedakan antara Gangguan eksplosif intermiten dan gangguan
kepribadian anti sosial dan ambang, karena pada gangguan kepribadian,
agresivitas dan implusivitas adalah bagian dari karakter individu dan
ditemukan di antara episode serangan. Sedangkan skizofrenia paranoid dan
katatonik, individu mungkin menunjukan perilaku kasar sebagai respon
terhadap waham dan halusinasi, dan individu memiliki gangguan yang jelas
dalam tes relitas. Individu manik yang bersikap bermusuhan mungkin
agresif secara implusif, tetapi diagnosis dasar biasanya jelas dari
pemeriksaan status mental dan presentasi klinisnya.
Dari
diskusi di atas, diagnosa Gangguan eksplosif intermiten, gangguan
epilepsi, tumor otak, penyakit degeneratif, dan gangguan endokrin harus
dipertimbangkan dan disingkirkan, demikian juga intoksikasi akut dengan
zat tertentu seperti alkohol, halusinogen, dan amfetamin. Kriteria
diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dalam DSM-IV adalah sebagai
berikut:
· Beberapa
episode terpisah kegagalan untuk menahan implus agresif yang
menyebabkan penyerangan yang serius atau menghancurkan barang-barang.
· Derajat agesivitas yang diekspresikan selama episode adalah jelas diluar proporsi stresor psikososial yang mencetuskanya.
· Episode
agresif tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian
ambang, gangguan psikotik, episode manik, gangguan konduksi, atau
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADD/ADHD), dan bukan afek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan),
atau kondisi medis umum (misalnya, trauma kepala, penyakit Alzheimer)
Terapi
menggunakan kombinasi pendekatan psikoterapi dan farmakologi memiliki
kesempatan berhasil yang terbaik. Psikoterapi pada klien adalah sulit,
berbahaya, dan seringkali tidak ada ganjaranya, karena ahli terapi
psikis lebih banyak mengalami kesukaran dengan trsferensi-balik dan
batas-batas lingkungan. Psikoterapi kelompok mungkin memberikan suatu
bantuan, demikian juga terapi keluarganya, khususnya jika individu
eksplosif adalah seorang remaja atau dewasa awal.
0 komentar:
Posting Komentar